Kasus ini mencuat setelah HA mengungkapkan rangkaian peristiwa yang merugikan dirinya hingga mencapai ratusan juta rupiah. “Berawal dari perkenalan dengan H. Suwardi, seorang pegawai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Provinsi NTB, yang sekaligus mengaku sebagai anggota Kelompok Kerja (Pokja) di LPSE Provinsi NTB. Perkenalan tersebut difasilitasi oleh Rahman salah seorang pegawai di Sekretariat DPRD Provinsi NTB. Selanjutnya dalam pertemuan di kediamannya, H. Suwardi menjanjikan kepada HA akan mendapatkan proyek pada beberapa paket yang akan dilelang di LPSE Provinsi NTB.
Akibat tergiur dengan janji manis tersebut, HA akhirnya memenuhi permintaan H. Suwardi dengan menyerahkan uang sebesar Rp.350,000,000,- Juta melalui Rahman. Namun setelah ditungu hingga delapan bulan berlalu, tidak ada satu pun proyek yang dijanjikan berhasil dimenangkan oleh HA.
Bahkan Ironisnya, pada Juli 2025, H. Suwardi kembali menghubungi HA dan menginformasikan bahwa dirinya akan segera diangkat menjadi PPK di Dinas Pendidikan Provinsi NTB, tepatnya untuk menempati posisi PPK SMK. H. Suwardi bahkan meminta sebuah laptop yang memadai untuk menunjang pekerjaannya sebagai PPK, dengan janji akan "mengklik" pekerjaan pengadaan alat peraga ke perusahaan HA. “Kontraktor tersebut pun membelikan laptop senilai Rp.15,000,000 Juta.
Namun, setelah SK pengangkatan sebagai PPK terbit, H. Suwardi tak kunjung juga merealisasikan janjinya. Merasa dirugikan, HA akhirnya mengungkap kasus ini ke media.
Saat dikonfirmasi oleh media, H. Suwardi tidak menyangkal telah menerima sejumlah uang dari HA melalui Rahman. Namun, Namun sayangnya ia berkilah, dan mengatakan bahwa uang tersebut adalah pinjaman dan berjanji akan segera mengembalikannya, bahkan jika harus menjual mobilnya. "Itu pinjaman, kalau perlu hari ini saya kembalikan, meskipun saya harus jual mobil saya satu-satunya," ujarnya kepada awak media.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai dugaan penyalahgunaan jabatan dan pengaruh untuk memperkaya diri, H. Suwardi enggan menjawab dan mencoba lepas tangan dengan menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki hubungan langsung dengan HA, melainkan hanya dengan Rahman. "Saya tak ada hubungan langsung dengan HA Saya hanya berhubungan dengan Rahman, biarlah itu urusan Pak Rahman dengan HA," kilahnya.
Wartawan terus mencecar H. Suwardi mengenai nominal yang telah ia terima dari total Rp.350,000.000 Juta tersebut, namun ia tetap tidak bersedia memberikan jawaban. "Yang jelas hari ini saya akan kembalikan sebesar yang saya pakai pribadi kepada Pak Rahman," ujarnya.
Meski begitu ada pernyataan yang lebih mengejutkan yang keluar dari mulutnya saat wartawan menanyakan,perihal mengapa H. Suwardi tidak jadi memberikan pekerjaan pengadaan alat peraga kepada perusahaan HA, padahal ia adalah PPK yang berwenang untuk menentukan perusahaan mana yang akan ditunjuk. H. Suwardi menjawab bahwa penentuan pemenang proyek tersebut berada di tangan Gubernur. "Yang menentukan itu Pak Gubernur," jawabnya.
Pernyataan ini tentu saja sangat mengejutkan dari banyak pihak. “Pasalnya, sangat tidak mungkin seorang gubernur mengatur langsung hingga penunjukan pemenang proyek secara teknis. Jika benar demikian, hal ini jelas mengandung unsur korupsi. Hingga berita ini diturunkan, Gubernur NTB belum dapat dikonfirmasi terkait pernyataan H. Suwardi tersebut. Sementara itu HA yang telah merasa di rugikan akan tetap melanjutkan ke jalur hukum.(D3N)